Malam itu kami berlima menapaki stasiun lempuyangan, tepat pada
pukul 22.00 WIB kereta Gaya Baru Malam Selatan datang dari arah barat dengan
gerbong yang berjajar menggesek setiap rel yang dilewati. Kami berlima adalah segerombolan
travelers yang sedang melakukan pengembaraan ekspedisi ke sebuah pulau yang
menjadi salah satu primadona pariwisata di provinsi Jawa Timur yaitu Pulau
Sempu. Secara geografis, Pulau
Sempu terletak diantara 112° 40' 45" - 112° 42 '45" bujur
timur, dan 8° 27' 24" - 8°24' 54" lintang
selatan. Pulau Sempu memiliki luas 877 Hektar yang berbatasan dengan selat
Sempu (Pantai Sendang Biru) di utara dan di kelilingi oleh Samudera Hindia di
sisi Timur, Barat, Selatan. Sebuah perjalanan yang jelas akan memberikan kami
sebuah ingatan tentang arti persahabatan dan rasa syukur yang mendalam tentang
alam ini kepada Tuhan YME.
Perjalanan kami awali dengan menaiki sebuah kereta ekonomi
bertuliskan Gaya Baru Malam tujuan Surabaya. Sepanjang perjalanan kami disuguhi
sebuah realita kehidupan di dalam kereta kelas ekonomi di malam hari, penuh
dengan penjual dari mulai makanan sampai penyanyi Pop Jawa. Sebuah suguhan yang
khas yang ditawarkan dalam keadaan mata yang mulai lelah karena 5,5 jam akan
berada dalam kereta yang mengantarkan kami ke Surabaya. Setelah kereta sampai
di Stasiun Wonokromo Surabaya kami beranjak turun untuk mencari sebuah kereta
menuju kota Malang bernama Kereta Penataran. Setelah mendapatkan tiket kami
beranjak pada pukul 05.00 WIB menuju Kota Bunga yaitu kota ngalam atau
Malang.
Setelah 3 jam perjalanan melewati stasiun Stasiun Waru, Stasiun Gedangan, Stasiun
Sidoarjo, Stasiun Tanggulangin, Stasiun
Porong, Stasiun Bangil, Stasiun
Wonokerto, Stasiun
Sukorejo, Stasiun Sengon, Stasiun
Lawang, Stasiun
Singosari, Stasiun Blimbing, dan berakhir di Stasiun
Malang. Kami tiba di kota Aremania, sebuah kota dengan fanatisme
yang terkenal dengan Singo Edan. Kami beruntung memiliki ikatan
persaudaraan melalui IMAHAGI sehingga kami disambut dengan baik oleh
rekan-rekan Geografi Universitas Negeri Malang (UM). Siang itu kami beristirahat
di sebuah kontrakan yang legendaris karena terkenal dengan cerita horornya.
Setelah beribadah Sholat Jum’at kami melanjutkan perjalanan menuju Sendang Biru
ditemani dengan 8 orang saudara kami dari UM Malang. Sendang Biru merupakan
sebuah pelabuhan kecil yang menjadi tempat bersandar kapal-kapal yang akan
menyeberangkan kami menuju Pulau Sempu. Setelah menempuh 3 jam perjalanan yang
penuh kelokan dan rintangan menerjang kami sampai di Sendang Biru. Kemudian
kami menyeberang menggunakan kapal dengan ukuran sedang menuju Pulau Sempu
menyeberangi Samudra Hindia selama 15 menit.
Sesampainya di Pulau Sempu kami disuguhi sebuah pemandangan sunset
yang sangat indah saat sang fajar mulai mendarat di barat kejauhan. sebuah
ketakjuban muncul karena untuk mencapai Pantai Segara Anakan kami harus
melewati hutan hujan tropis yang masih lebat akan pepohonan dengan kicauan
burung yang terdengar dengan samar di setiap pucuk pohon yang bercokol mengadah
kea rah langit luas. Sebuah pengalaman yang berarti karena harus menembus rimba
dalam gelap malam di pulau tak berpenghuni dengan kedamaian bersama sahabat
yang berjalan beriringan. Perlu waktu sekitar 1,5 jam untuk mencapai lokasi
sasaran kami yang berjarak sekitar 1,5 km.
Sesampainya di Pantai Segara Anakan kami mendirikan tenda untuk
berkemah dan segera menyiapkan makan malam untuk mengisi perut kami yang mulai
kelaparan karena menempuh perjalanan yang cukup melelahkan. Semakin larut malam
kami isi acara dengan saling bersendau gurau dan membuat kopi sebagai penambah
kehangatan malam saat dingin mulai menghinggapi tubuh yang sudah letih. Malam
itu kami beristirahat di dalam tenda berukuran 3 orang. Akan tetapi hujan deras
menerpa hingga sebagian perlengkapan kami mulai basah seperti sleeping bag dan
matras serta tenda yang sudah basah akibat lama hujan yang datang.
Saat mentari pagi menjelang tampak birunya pantai segara nakan yang
perlahan mulai menampakan kecantikannya. Laut yang tenang, bening dan jernihnya
air, serta tebing escarpment yang menjulang menambah elok pemandangan yang
disajikan. Sebuah perjalanan yang akan terus kami kenang sebagai sebuah
pengalaman hidup tentang betapa berartinya keindahan ketika menghabiskan waktu
bersama.
Ini foto-fotonya mameeeennn. . . . . . . .
Dan
kami berlima. . . .
Usaji
Mulana, Suryo Baskoro, Pamungkas Aji B.S, Rusli Hasyim, Muhammad Rizki
Dewantara
“masih
banyak tempat untuk di kunjungi sebelum kita jadi lupa betapa berharganya waktu
bersama saudara-saudara kita”
Muhammad Rizki Dewantara
KESVOMA 2012
No comments:
Post a comment