Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral melalui Badan Geologi
sejak tahun 1970-an telah melakukan kegiatan survei panas bumi. Apalagi
dengan adanya undang-undang panas bumi, yang memberikan kewenangan
kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk melakukan penyelidikan
pendahuluan membuat kegiatan ini semakin intensif. Data yang diperoleh
digunakan untuk penetapan wilayah kerja pertambangan panas bumi.
Kegiatan yang dilakukan meliputi geologi, geokimia dan geofisika.
Mengingat
besarnya potensi energi panas bumi di Indonesia, dan berkembangnya
tingkat penyelidikan dan pengusahaannya, maka pemerintah dalam hal ini
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral telah merumuskan suatu
pedoman untuk mengklasifikasikan potensi energi panas bumi berdasarkan
hasil penyelidikan geologi, geokimia dan geofisika, teknik reservoar
serta estimasi kesetaraan listrik. Pedoman tersebut telah disahkan
sebagai Standar Nasional “Klasifikasi Potensi Energi Panas Bumi di
Indonesia”, SNI 18-6009-1999.
Berdasarkan Standar Nasional
“Klasifikasi Potensi Energi Panas Bumi di Indonesia”, ada beberapa
tahapan penyelidikan dan pengembangan panas bumi yang terkait dengan
pengklasifikasian potensi energi panas bumi. Setiap tahapan memiliki
tingkat akurasii dan teknik yang berbeda-beda yang didukung oleh
penyelidikan geologi, geofisika dan geokimia, serta pengeboran
kelandaian suhu.Dengan adanya kegiatan inventarisasi dan eksplorasi baik
yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh swasta, maka data potensi
energi panas bumi di Indonesia berubah dari waktu ke waktu sesuai
dengan tingkat penyelidikan yang telah dilakukan.
Sampai
saat ini di Indonesia terdapat 265 lokasi panas bumi yang tersebar di
sepanjang jalur vulkanik yang membentang dari P. Sumatera, Jawa, Bali,
Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Maluku serta daerah-daerah non vulkanik
seperti kalimantan dan Papua (Gambar 1). Perkiraan total potensi energi
panas bumi di Indonesia sekitar 28.112 MWe atau setara dengan 12 milyar
barel minyak bumi. Dengan total potensi sebesar ini menjadikan
Indonesia sebagai salah satu negara terkaya akan energi panas bumi.
Pada tahun 2009 terdapat penemuan 8 lokasi daerah baru dengan potensi
sekitar 400 Mwe dari hasil kegiatan survei panas bumi yang dilakukan
oleh Badan Geologi. Lokasi daerah panas bumi baru ini adalah Lili,
Mapili dan Alu , Sulawesi Barat; Tehoru, Banda Baru dan pohon Batu ,
dan Kelapa Dua , Maluku ; dan Kebar, Papua Barat. Lokasi survei panas
bumi tahun 2009 yang dilakukan oleh Badan Geologi ditunjukkan pada
Gambar 2. Sedangkan potensi enegi panas bumi untuk status tahun 2009
terlihat pada Tabel 1.
Dilihat
dari status penyelidikannya, dari 265 daerah panas bumi yang ada, 138
lokasi (52,07 %) daerah panas bumi masih pada tahap penyelidikan
pendahuluan awal atau inventarisasi dengan potensi pada kelas sumber
daya spekulatif, 24 lokasi (9,05 %) daerah panas bumi masih pada tahap
penyelidikan pendahuluan dengan potensi pada kelas sumber daya
hipotetis. Daerah yang telah disurvei secara rinci melalui survei
permukaan dengan atau tanpa pengeboran landaian suhu dengan potensi
cadangan terduga sebanyak 88 lokasi (33,21%). Daerah yang telah
dilakukan pengeboran eksplorasi atau siap dikembangkan sebanyak 8 daerah
(3,01%). Daerah panas bumi yang telah dimanfaatkan untuk pembangkitan
listrik saat ini baru 7 lokasi atau 2,64 % dengan kapasitas total
terpasang 1189 MW.
Jumlah lokasi panas bumi yang berpotensi mengalami
tumpang tindih sebagian atau seluruhnya dengan kawasan hutan adalah
sekitar 81 lokasi atau sekitar 30 % dari total lokasi panas bumi di
Indonesia dengan potensi sekitar 12.000 MW Tabel 2). Dari sejumlah ini,
sekitar 11 % ( 29 lokasi) berada di kawasan hutan konservasi dengan
potensi sekitar 3400 MW dan sekitar 19 % (52 lokasi) berada di kawasan
hutan lindung dengan potensi sekitar 8600 MW.Lokasi panas bumi yang
sebagian berpotensi berada di kawasan hutan (konservasi) juga terjadi
pada WKP eksisting seperti: Kamojang.
Pemanfaatan energi panas bumi
Sumber
daya energi panas bumi dapat digunakan secara langsung maupun tidak
langsung. Energi yang digunakan merupakan hasil konversi dalam bentuk
uap dan panas. Energi panas bumi yang digunakan secara langsung disebut
direct use sedangkan energi panas bumi yang berupa konversi dalam bentuk
listrik merupakan hasil konversi uap. Direct use memanfaatkan panas
secara efisien dan pembiayaannya jauh lebih kecil dibandingkan
pembangkit listrik.
Pemanfaatan
panas bumi telah dilakukan sejak 1904 di Italy dimana dimasa itu uap
panas bumi dapat menyalakan lima buah lampu. Di Indonesia pembangkit
listrik tenaga panas bumi baru terlaksana pada tahun 1983 di Kamojang
dengan potensi sebesar 30 MW. Selanjutnya mulai didirikan PLTP lainnya
seperti di G.Salak, Sibayak, Darajat, Dieng, Wayang Windu dan Lahendong.
Hingga saat ini baru 1189 Mw listrik yang telah diproduksi dari tujuh
lapangan. Ketujuh lapangan panas bumi tersebut adalah Sibayak (12 MW),
G. Salak (375 MW), Kamojang (200 MW), Darajat (255 MW), Wayang Windu
(227 MW), Dieng (60 MW), dan Lahendong (60 MW).
Pemanfaatan
energi panas bumi secara direct use dilakukan tanpa adanya konversi
energi ke dalam bentuk lain. Karena sifatnya yang mudah maka
pemanfaatannya bisa dilakukan dalam berbagai cara. Untuk mengefektifkan
penggunaannya pemanfaatan direct use dilakukan sesuai dengan kebutuhan
temperaturnya. Dibeberapa lokasi di Indonesia masyarakat setempat telah
melakukan pemanfaatan secara langsung seperti untuk sarana pariwisata,
pemanasan hasil kebun dan pembibitan jamur, pembuatan pupuk dan budidaya
ikan. Namun secara umum pemanfaatan langsung bagi kepentingan bahan
bakar industri pertanian belum berkembang.
Wilayah kerja panas bumi
Dalam
rangka mempercepat pengembangan energi panas bumi terutama untuk
pemanfaatan tidak langsung (pembangkitan listrik), Pemerintah telah
menetapkan beberapa WKP baru untuk daerah-daerah panas bumi yang
kelengkapan datanya telah mencukupi.
Sampai
saat ini telah ditetapkan sebanyak 22 WKP baru (Tabel 3). Dari 22 WKP
ini, 5 WKP telah selesai dilelangkan. 6 WKP sedang dalam proses lelang
dan 11 WKP belum di lelang. WKP yang sudah selesai dilelang yaitu
Tampomas ( Jawa Barat), Cisolok-Cisukarame (Jawa Barat), Tangkuban
Parahu (Jawa Barat), Sokoria (NTT), Jailolo (Maluku Utara) dan Jaboi
(NAD. Sedangkan WP yang sedang dalam proses lelang tahun ini adalah
Ungaran (Jawa Tengah), Ngebel Wilis (Jawa Timur), Blawan-Ijen (Jawa
Timur), Siaholon Ria Ria ( Sumatra Utara), dan Liki Pinangawan (
Sumatera Barat).
Sistem panas bumi di INdonesia
Posisi
Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga lempeng
besar (Eurasia, Hindia Australia. Pasifik) menjadikannya memiliki
tatanan tektonik yang kompleks. Subduksi antar lempeng benua dan samudra
menghasilkan suatu proses peleburan magma dalam bentuk partial melting
batuan mantel dan magma mengalami diferensiasi pada saat perjalanan ke
permukaan proses tersebut membentuk kantong – kantong magma (silisic /
basaltic) yang berperan dalam pembentukan jalur gunungapi yang dikenal
sebagai lingkaran api (ring of fire). Munculnya rentetan gunung api
Pasifik di sebagian wilayah Indonesia beserta aktivitas tektoniknya
dijadikan sebagai model konseptual pembentukan sistem panas bumi
Indonesia.
Berdasarkan
asosiasi terhadap tatanan geologi, sistem panas bumi di Indonesia dapat
dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu : vulkanik, vulkano – tektonik
dan Non-vulkanik. Sistem panas bumi vulkanik adalah sistem panas bumi
yang berasosiasi dengan gunungapi api Kuarter yang umumnya terletak pada
busur vulkanik Kuarter yang memanjang dari Sumatra, Jawa, Bali dan Nusa
Tenggara, sebagian Maluku dan Sulawesi Utara.Pembentukan sistem panas
bumi ini biasanya tersusun oleh batuan vulkanik menengah
(andesit-basaltis) hingga asam dan umumnya memiliki karakteristik
reservoir ? 1,5 km dengan temperature reservoir tinggi (~250 - ?
370°C).
Pada daerah vulkanik aktif biasanya memiliki umur batuan yang
relatif muda dengan kondisi temperatur yang tinggi dan kandungan gas
magmatik besar. Ruang antar batuan (permeabilitas) relatif kecil karena
faktor aktivitas tektonik yang belum terlalu dominan dalam membentuk
celah-celah / rekahan yang intensif sebagai batuan reservoir. Daerah
vulkanik yang tidak aktif biasanya berumur relatif lebih tua dan telah
mengalami aktivitas tektonik yang cukup kuat untuk membentuk
permeabilitas batuan melalui rekahan dan celah yang intensif.
Pada
kondisi tersebut biasanya terbentuk temperatur menengah - tinggi dengan
konsentrasi gas magmatik yang lebih sedikit. Sistem vulkanik dapat
dikelompokkan lagi menjadi beberapa sistem, misal : sistem tubuh gunung
api strato jika hanya terdiri dari satu gunungapi utama, sistem komplek
gunung api jika terdiri dari beberapa gunungapi, sistem kaldera jika
sudah terbentuk kaldera dan sebagainya.
Sistem
panas bumi vulkano – tektonik, sistem yang berasosisasi antara graben
dan kerucut vulkanik, umumnya ditemukan di daerah Sumatera pada jalur
sistem sesar sumatera (Sesar Semangko). Sistem panas bumi Non vulkanik
adalah sistem panas bumi yang tidak berkaitan langsung dengan vulkanisme
dan umumnya berada di luar jalur vulkanik Kuarter. Lingkungan
non-vulkanik di Indonesia bagian barat pada umumnya tersebar di bagian
timur sundaland (paparan sunda) karena pada daerah tersebut didominasi
oleh batuan yang merupakan penyusun kerak benua Asia seperti batuan
metamorf dan sedimen. Di Indonesia bagian timur lingkungan non-vulkanik
berada di daerah lengan dan kaki Sulawesi serta daerah Kepulauan Maluku
hingga Irian didominasi oleh batuan granitik, metamorf dan sedimen laut.
sumber: http://psdg.bgl.esdm.go.id/
No comments:
Post a comment