Belakangan ini perhatian kita dipaksa untuk menyimak satu
berita yang memang sedang ramai dibahas diberbagai media massa, yaitu proyek
mobil murah yang kini sedang dicanangkan oleh pemerintah pusat. Proyek ini
sudah hampir selesai dan tinggal menunggu pemasarannya saja. Dengan menggandeng
beberapa pabrikan mobil yang sudah tidak asing lagi di Indonesia seperti Honda,
Suzuki, Daihatsu, dan Datsun.
Nama proyek ini adalah Low Cost Green Car atau biasa
disingkat menjadi LCGC. Sebuah proyek pengadaan mobil ramah lingkungan yang
diproyeksikan memiliki harga terjangkau bagi masyarakat Indonesia. Banyak terdengar
tujuan dan motif dari pemerintah yang sudah berulang kali dipublikasikan dalam
peluncuran proyek yang sudah didilindungi keberadaannya oleh Peraturan Pemerintah
Nomor 41 tahun 2013 ini, yang paling banyak diungkapkan adalah proyek LCGC ini
bertujuan untuk menjadikannya sebagai proyek percontohan bagi industri otomotif
kedepannya, selain itu juga untuk memberikan pilihan bagi maasyarakat yang
ingin memiliki kendaraan pribadi namun terkendala masalah finansial.
Setiap kebijakan, keputusan, maupun proyek yang dibuat
pemerintah tentu sudah melalui berbagai prosedur yang panjang, melalui banyak
uji kelayakan, juga dengan banyak pembahasan. Namun, khususnya didalam proyek
LCGC ini tampaknya ada banyak kejanggalan maupun kontradiksi yang tersirat.
Satu hal yang paling sering diperbincangkan: proyek ini akan membuat kota-kota
besar yang memiliki masalah transportasi semakin kesulitan dengan semakin
banyaknya mobil yang ada dijalanan. Hal inilah yang menjadi alasan Jokowi
(gubernur DKI) untuk dengan tegas menolak proyek LCGC masuk ke Jakarta.
Memang apabila kita perhatikan secara teliti, proyek mobil
murah ini terasa aneh sekali. Ditengah semangat dan upaya dari banyak kalangan
untuk meminimalisir penggunaan kendaraan bermotor (khususnya mobil pribadi) dan
menggiatkan kembali transportasi massal. Lagipula slogan-slogan yang selama ini
didengung-dengungkan tentang LCGC yang mengatakan mobil ini mobil murah dan ramah
lingkungan juga tidak sepenuhnya bisa diterima. Benarkah ini mobil murah? Ramah
lingkungan pula?
Mari kita bahas lebih lanjut..
Pemerintah telah menerbitkan PP Nomor 41/2013 tentang Barang
Kena Pajak Tergolong Mewah pada Mei 2013. Pasal 3 ayat 1(c) PP tersebut
menyatakan untuk mobil hemat energi dan harga terjangkau, Pajak Penjualan atas
Barang Mewah atas Barang Kena Pajak sebesar 0 persen dari harga jual. Pajak 0
persen tersebut untuk motor bahan bakar cetus api dengan kapasitas silinder
1.200 cc dan konsumsi bahan bakar minyak paling sedikit 20 kilometer per liter
atau bahan bakar setaranya. PP No.41/2013 telah dilengkapi dengan Permen Perindustrian
No. 33/M-IND/2013 tentang Pengembangan Produksi Kendaraan Bermotor Roda Empat
Hemat Energi dan Harga Terjangkau pada 1 Juli 2013.
Disebutkan juga penerbitan Permenperin Nomor 33/2013
dimaksudkan untuk terus mendorong dan mengembangkan kemandirian industri
otomotif nasional, khususnya industri komponen kendaraan bermotor roda 4 agar
mampu berdaya saing,
seiring dengan peningkatan permintaan kendaraan bermotor yang hemat energi dan
harga terjangkau. Produksi LCGC merupakan program pengembangan produksi
kendaraan bermotor dengan pemberian keringanan PPnBM.
Permenperin juga menyatakan industri otomotif yang ingin
memproduksi mobil LCGC harus memenuhi berbagai ketentuan mengenai motor bakar kapasitas isi silinder 980-1200 cc dengan konsumsi BBM paling sedikit
20 km/liter dan untuk motor bakar nyala
kompresi (diesel) kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc dengan konsumsi
BBM paling sedikit 20 km/liter. Juga diatur ketentuan penggunaan tambahan
merek, model, dan logo yang mencerminkan Indonesia.
Permenperin juga mengatur harga jual LCGC paling tinggi Rp
95 juta berdasarkan lokasi kantor pusat Agen Pemegang Merek. Mengenai besaran
harga disebutkan, dapat disesuaikan apabila terjadi perubahan pada kondisi atau
indikator ekonomi yang meliputi besaran inflasi, kurs nilai tukar Rupiah
dan/atau harga bahan baku. Untuk penyesuaian harga berdasarkan penggunaan
teknologi transmisi otomatis maksimum sebesar 15%, sedangkan untuk penggunaan
teknologi pengaman penumpang maksimum sebesar 10%”.
Hal-hal diatas ini sudah diramaikan dengan berbagai
pendapat dan kampanye oleh sejumlah menteri, seperti Menko Perekonomian,
Menperin, dll. Mereka mengatakan tujuan program LCGC berupa
masuknya investasi besar, terciptanya
tambahan lapangan kerja, munculnya ribuan bisnis turunan dan terciptanya mobil
murah yang ramah lingkungan. Menperin pun menambahkan LCGC digulirkan guna
meningkat volume ekspor dan menghadapi dibukanya perdagangan bebas antar negara
ASEAN (AEC).
Selain itu, menteri-menteri pendukung
kebijakan ini juga mengatakan bahwa LCGC akan lebih banyak dipasarkan di luar
Jabodetabek, LCGC didesian hanya untuk menggunakan pertamax/aRON-92
sebagai BBM-nya, LCGC akan mengurangi
penggunaan BBM bersubsidi, sehingga menghemat anggaran subsidi
APBN.
Jadi jelas sudah, pemerintah melakukan segala cara untuk
mendukung kebijakan ini.. tapi..
Soal harga “murah”
Pemerintah mengatakan bahwa LCGC merupakan produk murah.
Padahal murahnya LCGC disebabkan oleh dihilangkannya PPnBM. Artinya pemerintah
memberi subsidi kepada LCGC agar harganya murah. Dari sini sudah jelas, murah
yang dimaksud disini memang sengaja dibuat murah oleh pemerintah, dalam arti biaya
produksi dan lainnya masih sama dengan mobil yang bukan LCGC.
Soal “mobil ramah
lingkungan”
Dalam hal pedikat ramah lingkungan, bukannya tadi diakui BBM
yang digunakan adalah pertamax/RON-92, dan LCGC bukan mobil hybrid? Jika demikian,
apa dasar pemerintah menyebut LCGC mobil ramah lingkungan?
Alasan untuk
menghadapi AEC
Menperin menyatakan LCGC digulirkan untuk menghadapi
perdagangan bebas Asean (AEC) pada 2015. Padahal, pasar otomotif dunia saat ini
sudah dikuasai Jepang. Jika LCGC berkembang, berarti yang paling mendapat
untung adalah Jepang, karena hampir semua produsen LCGC berasal dari Jepang.
Mayoritas komponen LCGC berasal dari impor, yang akan menambah beban devisa
negara. Berarti Indonesia akan lebih banyak “menonton” dibanding ikut berperan
dalam iklim pasar bebas AEC tersebut.
Pemasaran produk ke
daerah-daerah diluar JABODETABEK
Dinyatakan LCGC akan lebih banyak dipasarkan di luar
Jabodetabek. Pernyataan ini muncul
setelah penolakan Jokowi, dan jelas pernyataan ini bersifat reaktif, bukan
konseptual. Artinya, pemerintah memang sejak awal tidak berencana memasarkan
LCGC hanya di luar Jabodetabek, karena tujuannya lebih pada kepentingan bisnis.
Hanya karena dipertanyakan Jokowi lah pemasaran luar Jabodetabek muncul.
Katanya “Untuk Ekspor”
Menperin juga mengatakan LCGC akan lebih banyak diproduksi
untuk ekspor. Padahal dilihat dari berbagai kebijakan (Keputusan Presiden,
Peraturan Menteri, dan lainnya) produksi LCGC justru mengarah ke kebutuhan
domestik. Lagipula kalaupun untuk tujuan ekspor, LCGC bukan produk dalam negeri
dalam artian pabrikan yang terlibat semuanya berasal dari luar negeri. Kalaupun
benar-benar akan meng-ekspor LCGC (yang notabene produk luar), bukankah ini lucu
sekali?..
Penggunaan BBM
Dikatakan penggunaan pertamax/RON-92 oleh LCGC akan
menurunkan konsumsi BBM bersubsidi. Padahal tidak ada jaminan pemilik LCGC
hanya akan mengkonsumsi RON-92. Dikhawatirkan desain LCGC yang hanya
menggunakan pertamax hanya kamuflase. Pemerintah pun terbukti gagal membatasi
mobil mewah menggunakan BBM bersubsidi. Selain itu, meskipun konsumsi BBM LCGC
cukup irit, sekitar 20 km/liter, namun jika populasi kendaraanya tinggi, maka
total konsumsi BBM Indonesia per tahun akan terus tumbuh.
Dari uraian, alasan, dan
penjelasan pemerintah seputar program
LCGC diatas sebagian besar terbantahkan dan tidak menemukan pembenaran yang benar-benar mendalam. LCGC juga sangat anti
harmonis dengan semangat Go Green yang selama ini kita banggakan. Disaat
sebagian besar masyarakat mulai sadar akan pentingnya hidup ramah lingkungan,
disaat yang sama pemerintah merusaknya.
Lagipula, daripada mobil murah, RAKYAT Indonesia lebih
membutuhkan beras murah, kedelai murah, cabe murah, jagung murah, dan kebutuhan
pokok dengan harga murah lainnya, yang tidak diimpor dari negara yang lahan pertaniannya lebih
kecil dari Indonesia.
sumber:
satunegeri.com/lcgc-dan-kemandirian
opini.co.id/web/article/6952/Karena-LCGC-Semua-Bicara
sumber:
satunegeri.com/lcgc-dan-kemandirian
opini.co.id/web/article/6952/Karena-LCGC-Semua-Bicara
opini oleh: Wisnu Putra Danarto
Mahasiswa Pendidikan Geografi 2011
No comments:
Post a Comment