Menurut Harsja W Bachtiar, para mahasiswa merupakan suatu
golongan yang boleh dikatakan baru di Indonesia pada waktu Soe Hok Gie ada. Tetapi dalam sejarah
perkembangannya yang masih amat singkat, banyak sekali yang telah
terjadi sebagai akibat kegiatan atau tindakan-tindakan mereka. Banyak
dari mahasiswa dari pemuda-pemudi Indonesia (yang menjadi mahasiswa di
lembaga-lembaga pendidikan tinggi) ini ikut serta menjalankan peranan
penting dalam gerakan politik yang akhirnya menyebabkan kehancuran
struktur masyarakat jajahan.
Para mahasiswa dan pemuda inilah yang pertama-tama bertekad untuk
mempersatukan seluruh penduduk pribumi di kepulauan kita ini sebagai
satu bangsa, Bangsa Indonesia., yang bertanah air satu, Kepulauan
Indonesia dan yang berbahasa satu Bahasa Indonesia. Sejarah kemudian
memperlihatkan bahwa tindakan pemuda-pemudi ini sangat berarti dan amat
banyak pengaruhnya pada perkembangan masyarakat Indonesia.
Meskipun para mahasiswa merupakan golongan yang amat penting,
golongan pada pertengahan tahun 1960-an ikut menjalankan peranan yang
amat besar dalam meruntuhkan Orde Lama yang dipimpin Presiden Soekarno
dan membangun Orde Baru yang dalam masyarakat kita yang dipimpin oleh
Presiden Soeharto, namun dalam keberjalanan pemerintahan Soeharto,
pemuda-pemudi Indonesia harus bersatu padu lagi, menelanjangi dan
membongkar kebusukan-kebusukan era Soeharto sehingga beliau harus turun
dari pemerintahan.
Di antara para mahasiswa ini terdapat pemuda Soe Hok Gie. Ia
adalah seorang anak muda yang berpendirian yang teguh dalam memegang
prinsipnya dan bercita-cita besar tak hanya untuk dirinya sendiri tetapi
juga untuk kepentingan orang banyak terutama kaum terpinggirkan. Ia
rajin mencatat apa yang dialaminya, apa yang dipikirkannya. Dengan
perantaraan catatan-catatan hariannya, kita dapat memperoleh pengetahuan
mengenai kehidupan dan tindakan para mahasiswa dengan berbagai
permasalahan yang dihadapi mereka. Dengan berbagai pertimbangan, buku
hariannya itu kemudian diterbitkan dengan judul
Catatan Seorang Demonstran, pada Mei 1983.
Di zaman Gie, kampus menjadi ajang pertarungan kaum intelektual yang
menentang atau mendukung pemerintahan Bung Karno. Sepanjang 1966-1969,
Gie berperan aktif dalam berbagai demonstrasi. Uniknya ia tak pernah
menjadi anggota KAMI, organisasi yang menjadi lokomotif politik angkatan
66. Gie lebih banyak berjuang lewat tulisan.
Kritiknya pada Orde Lama dan Presiden Soekarno digelar terbuka lewat
diskusi maupun tulisan di media massa. Ketika pemerintahan Soekarno
ditumbangkan gerakan mahasiswa Angkatan 66, Gie tidak lantas mau
mendukung pemerintahan Orde Baru. Gie memilih menyepi ke puncak-puncak
gunung bersama teman-temannya.
Buku Catatan Seorang Demonstran terdiri dari beberapa bagian yaitu :
Kata pengantar dan bagian I
menceritakan pandangan orang lain tentang diri Soe Hok Gie (untuk
selanjutnya disingkat SHG), seperti Harsja W Bachtiar (Dekan Fakultas
Sastra UI semasa SHG menjadi mahasiswa), Arief Budiman (abang kandung
SHG) dan tulisan Daniel Dhakidae yang mengenal SHG lewat karya-karyanya.
Di bagian ini, Arief Budiman menceritakan pembicaraan dia dengan
adiknya Gie, sebelum Gie meninggal : “Akhir-akhir ini saya selalu
berpikir, apa gunanya semua yang saya lakukan ini. Saya menulis,
melakukan kritik kepada banyak orang yang saya anggap tidak benar dan
sejenisnya lagi. Makin lama, makin banyak musuh saya dan semakin sedikit
orang yang mengerti saya. Dan kritik-kritik saya tidak mengubah
keadaan, Jadi apa sebenarnya yang saya lakukan? Saya ingin menolong
rakyat kecil yang tertindas, tapi kalau keadaan tidak berubah, apa
gunanya kritik-kritik saya? Apa ini bukan semacam onani yang konyol?
Kadang-kadang saya merasa sungguh kesepian.
Seorang teman dari Amerika menjawab keluhannya, “Gie, seorang intelektual yang bebas adalah seorang pejuang yang sendirian, selalu. Mula-mula
kau membantu menggulingkan suatu kekuasaan yang korup untuk menegakkan
kekuasaan lain yang lebih bersih. Tapi sesudah kekuasaan baru ini
berkuasa, orang seperti kau akan terasing lagi dan akan terlempar dari
sistem kekuasaan. Ini akan terjadi terus menerus. Bersedialah menerima
nasib ini, kalau kau mau bertahan sebagai seorang intelektual yang
merdeka : sendirian, kesepian, dan penderitaan.
“Di tengah-tengah pertentangan politik agama, kepentingan
golongan, ia tegak berdiri di atas prinsip perikemanusiaan dan keadilan
dan secara jujur dan berani menyampaikan kritik-kritik atas dasar
prinsip-prinsip itu demi kemajuan bangsa. Karena itu kami mendukung dan
akan meneruskan cita-cita dan ide-idenya” ujar Harsya W. Bachtiar
Bagian II
merupakan catatan harian Gie sendiri mulai dari 4 Maret 957 hingga 8
Desember 1969. Catatan ini dibagi menjadi enam episode, yaitu Masa
Kecil, Di ambang remaja, dan lahirnya seorang aktivis merupakan latar
belakang kejiwaan Soe Hok Gie
Bagian III
dimulai dari 24 Februari 1968 meliputi perjalanan ke Amerika, politik
pesta dan cinta, serta akhirnya mencari makna merupakan catatan
pengalaman sehari-hari yang melukiskan peristiwa, pendapat, gejolak
perasaan dalam lika-liku hidupnya sebagai seorang pemuda yang tak lepas
dari kegembiraan,kesedihan,benci, cinta dan kecewa.
Catatan Seorang Demonstran,
sebuah buku tentang pergolakan pemikiran
seorang pemuda, Soe Hok Gie. Dengan detail menunjukkan luasnya minat
Gie, mulai dari persoalan sosial politik Indonesia modern, hingga
masalah kecil hubungan manusia dengan hewan peliharaan. Gie adalah
seorang anak muda yang dengan setia mencatat perbincangan terbuka dengan
dirinya sendiri, membawa kita pada berbagai kontradiksi dalam dirinya,
dengan kekuatan bahasa yang mirip dengan saat membaca karya sastra
Mochtar Lubis.
Dia banyak menulis kritik yang keras di media massa seperti koran,
bahkan kadang dengan menyebut personal (tidak menyamarkan nama). Dia
pernah mendapat surat kaleng yang memaki-maki dia “Cina yang tidak tahu diri, sebaiknya pulang ke negerimu saja”.
Gie bukanlah stereotipe tokoh panutan atau pahlawan yang kita kenal di
negeri ini. Ia adalah pecinta kalangan yang terkalahkan dan mungkin ia
ingin tetap bertahan menjadi pahlawan yang terkalahkan, dan ia mati
muda.
Apa yang ditulisnya (baik atau tidak, benar atau salah) adalah apa
yang dipikirkan, apa yang dirasakan oleh seorang pemuda, seorang
terpelajar yang mencoba bertindak adil dalam pemikiran maupun perbuatan.
Jika ingin memperoleh pengetahuan, gambaran, kesan-kesan mengenai
kehidupan para pemuda atau para mahasiswa Indonesia, catatan Soe Hok Gie
merupakan perwujudan kenyataan dari kehidupan sebagian dari mereka. Gie
adalah sebuah potret pemuda Indonesia pada sebuah masa yang berani
mengambil sikap.
Kecaman yang dilontarkan Gie dilancarkan atas pemikiran
yang jujur, atas dasar itikad baik. Ia tidak selalu benar, tapi selalu
jujur.Terlepas dari sisi kontroversialnya yang terlalu banyak
mengkritik, tapi enggan untuk bergabung dalam sistem, ada hal yang patut
diapresiasi dan diperjuangkan di masa kini dan nanti. Agar apa yang
diperjuangkannya dahulu, tidak sia-sia.
Judul Buku : Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran
Penyunting : Ismid Hadad, Fuad Hashem, Aswab Mahasin, Ismet Nasir dan Daniel Dhakidae
Penerbit : Pustaka LP3ES Indonesia
Terbit : VII, Mei 2005
Tebal : xx+385 halaman
Resensi Buku Catatan Seorang Demonstran Soe Hok Gie
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment