Indonesia merupakan
negara yang terletak pada tiga lempeng raksasa yaitu Lempeng Hindia-Australia,
Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik. Letak tersebut mengakibatkan negeri ini
kaya akan potensi bencana alam meliputi gempa bumi, vulkanisme, tsunami, dan
longsor. Bukan hanya itu saja, lokasi Indonesia yang berada pada wilayah tropis
mendukung munculnya bencana alam lain seperti kebakaran hutan, kekeringan,
badai dan banjir.
Pudarnya Local
Wisdom sebagai Upaya Mitigasi Bencana
Kondisi negara Indonesia yang tidak hanya melimpah
akan potensi SDA dan SDM, akan tetapi disertai juga dengan melimpahnya potensi
bencana alam yang tinggi dan beragam mengakibatkan timbulnya proses adaptasi
yang dilakukan oleh pribumi sejak jaman dahulu. Proses adaptasi tersebut
kemudian dikenal sebagai kearifan lokal atau local wisdom. Menurut
Juniarta (2013) kearifan lokal merupakan tata nilai kehidupan yang terwarisi
dari satu generasi ke generasi berikutnya yang berbentuk religi, konstruksi
bangunan, budaya ataupun adat istiadat yang umumnya berbentuk lisan dalam suatu
sistem sosial masyarakat.
Beragamnya potensi
bencana alam dan kondisi lingkungan disetiap tempat menimbulkan pola adaptasi
masyarakatnya yang berbeda. Hal ini mengakibatkan nilai kearifan lokal pada
masing-masing wilayah menunjukan sikap dan perilaku yang berbeda dalam
menanggulangi suatu bencana, maka wajar saja jika di Indonesia terdapat beragam
nilai-nilai kearifan lokal. Pada wilayah Simeulue misalnya, berkembang
kesadaran masyarakat untuk menanam mangrove. Terbukti, saat tsunami di Aceh
Tenggara, tinggi gelombang yang sampai di daratan hanya mencapai 2-4 meter.
Berbeda dari ketinggian tsunami di Meulaboh dan Banda Aceh, yang mencapai 20
meter. Tentunya nilai-nilai tersebut mengajarkan mengenai bagaimana perilaku
yang sesuai dalam memanfaatkan sumber daya alam, sehingga keberadaan sumber
daya tersebut dapat lestari dan mampu berfungsi secara optimal.
Eksistensi nilai-nilai
kearifan lokal yang telah ada sejak dahulu pada masyarakat Indonesia kini mulai
memudar, hal ini disebabkan karena arus moderenisasi yang membawa dampak
terhadap kemajuan IPTEK sehingga pertukaran informasi berupa kebudayaan dari
negara lain dapat mudah didapatkan oleh masyarakat Indonesia. Kebudayaan luar
cenderung menjadi panutan yang wajib untuk diterapkan pada kehidupan
sehari-hari oleh generasi muda karena dianggap lebih relevan dan tidak kuno
sehingga proses regenerasi nilai kearifan lokal menjadi terhambat. Selain itu,
dampak moderenisasi bahkan mempengaruhi sistem pendidikan di Indonesia, hal ini
dapat dilihat dari sistem pendidikan mulai dari jenjang sekolah menengah hingga
perguruan tinggi, materi yang diajarkan lebih mendalami teori-teori barat dari pada kebudayan sendiri.
Hal ini lah yang kemudian menjadi penyebab hilangnya nilai-nilai kearifan lokal
akibat tidak adanya manajemen yang terstruktur dalam upaya pelestarian
nilai-nilai kearifan lokal di Indonesia khususnya mengenai pendidikan.
Cara
Pelestariannya?
Kearifan lokal
merupakan suatu budaya yang tidak hanya sebatas untuk diketahui melainkan perlu
pemahaman mendalam dan tindakan untuk memaknai nilai-nilai tersebut, sehingga
perlu adanya pendidikan berkelanjutan (continuing education). Pendidikan
berkelanjutan dapat diartikan sebagai kesempatan belajar bagi setiap orang
untuk mengembangkan kemampuan berupa kognitif, psikomotorik, dan afektif. Dari
definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan berkelanjutan adalah
sebuah upaya seseorang untuk selalu mengembangkan dan mengaplikasikan kemampuan
serta pengetahuan yang dimiliki sampai batas hayatnya. Dengan pendidikan
berkelanjutan maka nilai kearifan lokal mampu dikenalkan secara intensif sejak
dini terhadap generasi muda oleh keluarga dan masyarakat melalui pendidikan
informal, kemudian proses tersebut akan dikembangkan lagi pada jenjang
pendidikan formal sehingga konsep dari pendidikan berkelanjutan sendiri adalah
proses penyampaian nilai-nilai kearifan lokal secara berkesinambungan dengan
tujuan agar nilai-nilai tersebut mampu dipahami, diterapkan dan bahkan
terinternalisasi (mendarah daging) pada diri peserta didik akibat dari proses
penyampian, praktek, dan kontrol yang dilakukan secara terus menurus oleh pihak
kelurga, pendidik dan masyarakat.
Berdasarkan UU No 20
tahun 2003 pasal 13 ayat 1 bahwa jalur pendidikan teridiri atas pendidikan
formal, non formal, dan informal. Proses pelestarian nilai kearifan lokal pada
pendidikan informal (keluaraga dan masyarakat) dapat dilakukan dengan cara:
1).
Penanaman nilai-nilai kebudayaan sejak usia dini misalnya dengan memasukan
unsur-unsur nilai kearifan lokal saat bercerita atau mendongeng,
2). Pendirian
organisasi masyarakat berbasis kebudayaan sebagai penjaga, pelestari serta
kontrol sosial mengenai nilai-nilai kearifan lokal,
3). Melakukan penerapan
nilai-nilai kearifan lokal secara langsung seperti pemberlakuannya larangan
dalam penebangan pohon di pinggir sungai dan lain-lain,
4). Penyampaian nilai
kearifan lokal melalui hiburan rakyat seperti wayang kulit dan tari-tarian,
5).
Pendirian sarana seperti taman budaya sebagai tempat yang berfungsi sebagai
pengembangan dan pelestarian budaya.
Sedangkan untuk pendidikan formal proses
pelestariannya dapat berupa:
1). Pemberian materi sesuai dengan kemampuan peserta
didik contoh pada jenjang SD dan SMP diberikan materi mengenai kearifan lokal
masyarakat setempat sedangkan pada jenjang SMA dan PT dapat diberikan materi
mengenai kearifan lokal pada wilayah lain,
2). Memperkayamateri berupa kearifan lokal khususnya
pada mata pelajaran mulok,
3). Pemberian buku mengenai manfaat kearifan lokal
bagi wilayah setempat,
4). Penempelan nilai-nilai kearifan lokal di dinding
sekolah,
5). Penggunaan media seperti proyektor dan laptop untuk menampilkan
video atau animasi mengenai kearifan lokal,
6). Melakukan praktek mengenai
penerapan nilai kearifan lokal di sekolah seperti memetakan lokasi paling aman
yang dapat dijadikan lokasi berlindung saat terjadi bencana.
Nilai-nilai kearifan
lokal yang berkembang dimasyarakat memiliki fungsi bukan sekedar sebagai
mitigasi bencana saja, melainkan memiliki peran lebih yaitu dapat berfungsi
sebagai penjaga ekosistem dan berpotensi menjadi daya tarik wisata. Pudarnya
nilai-nilai kearifan lokal ditengah kehidupan masyarakat mengakibatkan
sebagaian besar masyarakat Indonesia mulai kehilangan kemampuan untuk membaca
berbagai pertanda alam khususnya gejala alam yang dapat menimbulkan bencana,
hilangnya kemampuan tersebut dapat diukur dengan semakin tingginya angka korban
jiwa akibat dari bencana alam. Dengan pentingnya peran dari nilai-niali
kearifan lokal ditengah kehidupan masyarakat, hal ini tentunya harus terus
dilestarikan oleh masyarakat Indonesia karena nilai-nilai tersebut masih
relevan untuk diterapkan walaupun keberadaannya telah ada sejak jaman dahulu.
Selain itu, dengan kondisi negara Indonesia yang kaya akan potensi bencana
sehingga diperlukan sikap kewaspadaan dan kemampuan dalam memprediksi bahaya
yang akan terjadi dengan melihat gejala-gejala alam sekitar maka pelestarian
nilai-nilai kearifan lokal patut untuk selalu dilestariakan salah satunya
melalui upaya pendidikan berkelanjutan (continuing education). (Writer : Anton Cesar Saputra, Pendidikan Geografi 2014)
No comments:
Post a Comment